Sang Bilawa
Ketika Pandawa diperdaya
oleh Sengkuni untuk adu main dadu dengan Korawa, dengan akal licik dan tipu
daya Sengkuni akhirnya Pandawa kalah. Kekalahan Pandawa harus ditebus dengan
keraton Indraprasta jatuh ke tangan Korawa, dan boleh ditebus asal Pandawa mengasingkan
diri ditengah hutan selama 12 tahun, ditambah menyamar di keraton Wiratha
selama satu tahun. Dalam penyamaran satu tahun tersebut Pandawa tidak
boleh sampai ketahuan pihak Korawa, kalo sampe ketahuan maka hukumannya harus
mengasingkan diri dihutan 12 tahun lagi dan menyamar setaun lagi di negri
Wiratha.
Singkat cerita, masa
pengasingan Pandawa di hutan belantara sudah dilaksakan selama 12 tahun,
kemudian masa penyamaran juga sudah dilaksanakan tepat setahun kurang dua hari.
Artinya jika selama 2 hari nanti Pandawa lulus, tidak sampai ketahuan pihak
Korawa maka negara Indraprasta akan kembali jatuh ke tangan pihak Pandawa.
Pada waktu yang sama,
saat itu negri Wiratha tempat dimana para Pandawa melakukan penyamaran, sedang
menghadapi serangan kudeta. Kekuasaan Raja Wiratha Prabu Maswapati akan
direbut oleh Patihnya bernama Kincakarupa dan Rupakenca karena mereka
berdua punya jago bernama Raden Rajamala. Mereka meng ultimatum sang Raja
Maswapati jika dalam satu hari tidak bisa mengalahkan jago mereka maka
Wiratha akan menjadi kekuasaanya.
Sang Raja Maswapati
bimbang luar biasa, jago yang akan melawan Raden Rajamala belum diketemukan,
melihat hal itu, para Pandawa yang sedang melakukan penyamaran di negeri
Wiratha ikut prihatin. Puntadewa yang dalam penyamaran bernama Dwijakangka
memanggil adiknya Wrekudara yang menyamar menjadi Jagal Abilawa.
" Adikku Werkudara,
saya prihatin dengan keadaan kakek Prabu Maswapati dan rakyat negri Wiratha
saat ini, jika sampai kekuasaan negeri
bisa direbut oleh Kincekarupa dan Rupakenca, maka negara ini akan dipimpin oleh
orang yg punya hambeg angkara murka, yang sangat haus kekuasaan, yang
menggunakan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Pada akhirnya
nanti, rakyat yang akan menjadi tumbal keganasannya. Rakyat akan menderita,
karena dia akan berkuasa dengan cara menindas dan tak berperikemanusiaan. Maka dari
itu adikku, saatnya engkau mendarmabaktikan kaprawiranmu, engkau sebagai
ksatria harus tampil, menumpas angkara murka, membantu kaum yang lemah,
menegakkan keadilan, dan membuat ketentraman, memayu hayuning bawana , majulah
adikku sebagai jago dari kakek Prabu Maswapati, lawanlah sang Rajamala yayi,”
kata Puntadewa kepada Wrekudara.
“ Waaah…..aku tidak mau,”
tukas Wrekudara, “penyamaran kita tinggal dua hari lagi, aku tidak mau , kalau aku
nanti berkelahi melawan Rajamala penyamaran kita diketahui oleh Korawa, Aku
tidak mau kembali ke hutan lagi, aku kasihan Ibu Kunthi, menderita lagi, hidup di hutan terlunta lunta. Pokoknya emoh,
aku ngga mau,” tegas sang Wrekudara.
“ Dengarkan yayi,
situasi Wiratha saat ini sangatlah genting, negara diambang kehancuran, dosa
apa yang akan kita sandang, jika kita hanya bisa melihat dan tidak berbuat apa
apa disaat rakyat sangat membutuhkan. Apakah kita sebagai ksatria hanya akan
diam saja melihat angkara murka meraja lela, ketidak adilan terjadi, hukum dipermainkan,
dan rakyat menderita?”, kata sang Puntdewa lagi.
“ Waaah, sekali emoh aku
tetep emoh, apakah kakang Mbarep mau kita menderita lagi, menjadi orang
buangan, hidup ditengah hutan?”, kata Wrekudara.
“ Yayi adikku, kalaupun
nanti disaat engkau berperang melawan Rajamala, penyamaran kita sampai ketahuan
Korawa, dan kita dibuang kembali ke hutan, itu tidaklah mengapa, karena kita
hanya berenam, selagi kita berlima masih bisa berkumpul dengan ibunda Kunthi,
kita masih bisa bersama sama, kita yakin, dimanapun kita , kita bisa bahagia,
ingat yayi, kita hanya berenam tidak sebanding dengan rakyat se negara, ngga ada bandingannya
yayi, marilah yayi, berpikirlah untuk yg lebih besar, tidak mengapa kita
berenam kembali ke hutan asalkan rakyat tidak menderita.” Kata sang Puntadewa.
Wrekudara merenung, apa
yang dikatakan oleh kakaknya, benar, sebagai ksatria dia harus memikirkan hal
yang lebih besar,dia harus melaksanakan sumpah prajuritnya , melindunginyang lemah,
membantu yang membutuhkan pertolongan, menegakkan keadilan.
Disaat kritis, ketika
sang Rajamala hampir merasa menang karena dianggap tidak ada lawan yang
sebanding yang akan menandinginya, tiba tiba datang lah sang Bilawa atau sang
Wrekudara.
Peperanganpun dimulai,
namun tak berselang lama, dengan sangat mudah, Bilawa dapat membunuh sang
Rajamala, dengan kuku pancanakanya , Rajamala mati dengan sangat mengenaskan,
hancurlah kesombongannya, lenyaplah sang angkara murka, maka negara Wirathapun
selamat dari kudeta.
………………………………………………………………………………………
Adakah dijaman sekarang
seorang ksatria seperti sang Bilawa atau sang Wrekudara atau Pandawa?
Masih adakah dijaman ini
orang yang berani rela menderita demi tegaknya keadilan dan keselamatan orang
banyak?
Komentar
Posting Komentar