Cerpen: Cinta Bersemi di Pager Sambeng

Kilan menyusuri pematang sawah sambil menatap ke arah bukit yang akan ia tuju,  ia harus menyeberangi kali Cacaban yang kebetulan airnya sedang surut, kemarin sore air sungai meluap akibat hujan turun deras seharian.

Namanya Pager Sambeng,  bukit yang berada di sebelah selatan dukuh Wates Wetan,  desa Kalibening itu sepintas kelihatan biasa saja,  tak ada yang aneh,  seperti bukit lainnya,  kalau musim hujan terlihat hijau karena tumbuhan dan pepohonan yang rimbun. Namun disaat musim kering,  bukit Pager Sambeng terlihat gersang, dan kering kerontang.

Daerah ini memang daerah tadah hujan,  para petani bisa bercocok tanam hanya disaat musim hujan saja,  disaat musim kemarau air sangat sulit terlebih di Pager Sambeng yang memang terletak di dataran jauh dari sungai atau sumber air.

Kilan tetap bersemangat untuk jalan menuju bukit Sambeng itu.  Jalan setapak yang ia lalui masih licin,  akibat hujan yang terkadang tiba tiba turun.

Jalanan setapak yang ia lalui mulai mendaki,  bebatuan dan kerikil kerikil tajam yang menyembul dari tanah liat nan licin tak ia hiraukan,  dia tetap berjalan lincah sambil bersiul riang.

Entah apa sebabnya,  Kilan seperti terhipnotis setiap kali berjalan menuju bukit itu.  Tiba tiba nalarnya seperti hilang,  jalanan nan terjal,  yang kanan kiri nya banyak tumbuhan berduri,  dan sejauh mata memandang hanya tanaman singkong dan beberapa ada kayu walikonang,  tak ia hiraukan,  walaupun kakinya terlihat sedikit berdarah,  tergores kerikil atau terkena duri dari tanaman ren renan.

Kilan merasa parjalanan menuju bukit Sambeng sangat menyenangkan,  yang ia rasakan adalah,  saat ini ia berjalan disebuah taman yang begitu indah,  dengan jalanan yang beraspal sangat halus,  di kanan kirinya terdapat tanaman tanaman hias yang tertata rapi serta rerumputan yang sangat hijau.

Ia merasa sedang berjalan ke sebuah area wisata,  yaitu area wisata Pager Sambeng.

Sesampai di area wisata itu,  Kilan mampir disebuah warung yang menyerupai sebuah saung yang begitu asri, sesampainya didalam saung,  ia disambut senyuman oleh sang pemilik warung,  seorang gadis desa yang begitu ramah.

Kilan memesan segelas teh manis.
" Golake wis mateng yu? ",  Kilan bertanya.
"  Sekedap melih mas ",  jawab gadis itu sambil melongok kedalam,  seorang ibu paruh baya terlihat sedang menggoreng didapur.

Sambil menikmati teh manis anget dan gorengan golak kesukaanya,  Kilan memandang ke luar saung. Cuaca begitu bersahabat,  tidak terlalu panas, namun tidak turun hujan,   hanya mendung tipis.

Diluar,  terlihat banyak pengunjung yang sedang menikmati asrinya wana wisata tersebut. Ada yang lesehan menggelar tikar sambil menikmati makanan bekal yang mereka bawa.  Ada yang duduk duduk di bangku yang terbuat dari kayu tua,  sambil bergurau riang. Dan ada yang sedang mencoba aneka macam permainan yang disediakan oleh pengelola wisata tersebut seperti flying fox dan lain lain.

.................................................................................


Tiba tiba Kilan tersadar,  mungkin daya hyipnotis dari bukit Sambeng yang sejak tadi mempengaruhi dirinya kini sudah pudar,  dan kini Kilan kembali sadar,  dan merasakan kembali bukit Sambeng yang sesungguhnya.

Ternyata bukan kali ini saja ia mengalami hal itu.  Setiap ia menuju bukit itu,  ia selalu merasakan hal aneh, tapi baginya hal yang aneh itu begitu sangat menyenangkan,  sehingga ia justru merasa selalu ingin mengulanginya lagi.

 Ia mulai merasakan perih di kakinya yang berdarah. Tak terasa waktu sudah mulai sore,  dan ia bergegas untuk turun dan pulang.

Kilan tidak peduli dengan apa yang terjadi,  baginya ini sangat menyenangkan,  sehingga dia tetap ingin lagi pergi ke bukit itu,  ia sungguh sangat mencintai bukit itu,  bukit Pager Sambeng.

........................ .................


Cerpen ini hanya fiksi belaka,  nama dan kejadiannya tidak nyata,  namun makna yang tersirat dari cerpen ini adalah sebuah harapan semoga bukit Pager Sambeng yang terletak di sebelah selatan dukuh Wates Wetan,  desa Kalibening,  kecamatan Karanggayam,  Kebumen,  suatu saat akan benar benar menjadi nyata,  menjadi sebuah destinasi wana wisata yang akan saangat bermanfaat menjadi bagian dari ekonomi kreatif,  yang akan memsejahterakan  masyarakat sekitar.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mamring

Pilihlah Calon Kades yang Suka Tirakat dan Tapa Brata